Batupasir merupakan salah satu dari batuan sedimen klastik yang mempunyai porositas cukup baik dan biasanya berfungsi sebagai reservoir atau akuifer. Penelitian mengenai batupasir secara kuantitatif masih jarang dilakukan, terutama yang berkaitan dengan porositas dan permeabilitas. Keterkaitan antara hasil pengamatan petrografis batupasir dan porositas ataupun permeabilitas masih sedikit dilakukan.
Prediksi porositas dari suatu batupasir melalui pengamatan petrografis secara akurat dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan empiris. Batupasir memiliki beberapa kenampakan fisik yang dapat dibedakan dari batupasir jenis yang lainnya, yaitu struktur, tekstur dan komposisi. Dari kenampakan fisik ini kemudian dapat dirinci menjadi beberapa parameter empiris batupasir. Dengan mengetahui parameter-parameter batupasir tersebut, suatu simulasi komputer dapat dilakukan.
Pada tulisan ini akan diuraikan mengenai beberapa parameter batupasir yang berkaitan dengan porositas. Dari tulisan ini diharapkan penelitian-penelitian secara kuantitatif dapat dikembangkan untuk bidang-bidang geologi yang lain.
Parameter empiris batupasir
Pada batuan sedimen klastik, parameter yang dapat diamati berupa tekstur, struktur, kandungan fosil dan komposisi mineral. Boggs (1987) menyatakan bahwa tekstur batuan klastik dihasilkan oleh proses fisika sedimentasi dan dianggap mencakup ukuran butir, bentuk butir (bentuk, pembundaran dan tekstur permukaan), dan kemas (orientasi butir dan hubungan antar butir). Hubungan antar tekstur primer ini menghasilkan parameter-paremeter yang lain seperti bulk density, porositas dan permeabilitas. Sedangkan Folk (1974) menyebutkan bahwa ada 2 sifat-sifat batuan sedimen yang besarannya dapat diukur, yaitu ukuran butir (rata-rata, sortasi, kemencengan/skewness, dan kurtosis) dan morfologi partikel (bentuk butir, pembulatan, pembundaran, dan tekstur permukaan butiran).
Batupasir merupakan batuan sedimen klastik yang dominan butirannya berukuran pasir. Seperti halnya batuan sedimen klastik yang lain, parameter yang dapat diamati pada batupasir adalah tekstur, struktur dan komposisi mineral. Dari ketiga parameter tersebut dapat diturunkan beberapa parameter yang dapat diukur, yang nantinya dianggap sebagai parameter empiris batupasir.
Dari tekstur batupasir dapat diturunkan beberapa parameter empiris, yaitu ukuran butir, bentuk butir (pembundaran dan pembulatan), dan sortasi. Sedangkan dari struktur sedimen dapat diturunkan parameter-parameter empiris, misalnya arah perlapisan silang siur, arah orientasi butir, dll. Dan dari komposisi mineral dapat diturunkan beberapa parameter empiris batupasir, yaitu persen butiran keras (rigid grain), butiran lunak (ductile grain) dan matrik. Di samping beberapa parameter di atas juga terdapat parameter yang berhubungan dengan parameter-parameter tersebut, yaitu bulk density, porositas dan permeabilitas.
Porositas batupasir
Pori merupakan ruang di dalam batuan; yang selalu terisi oleh fluida, seperti udara, air tawar/asin, minyak atau gas bumi. Porositas suatu batuan sangat penting dalam eksplorasi dan eksploitasi baik dalam bidang perminyakan maupun dalam bidang air tanah. Hal ini karena porositas merupakan variabel utama untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang terdapat dalam suatu massa batuan.
Porositas batupasir dihasilkan dari sekumpulan proses-proses geologi yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Proses-proses ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu proses pada saat pengendapan dan proses setelah pengendapan. Kontrol pada saat pengendapan menyangkut tekstur batupasir (ukuran butir dan sortasi). Proses setelah pengendapan yang berpengaruh terhadap porositas diakibatkan oleh pengaruh fisika dan kimia, yang merupakan fungsi dari temperatur, tekanan efektif dan waktu (Bloch, 1991).
Beard dan Weyl (1973) menyatakan bahwa porositas sangat kecil dipengaruhi oleh perubahan dalam ukuran butir dengan sortasi yang sama, tetapi porositas bervariasi terhadap sortasi. Penurunan porositas dari 42,4 % pada pasir bersortasi baik sampai 27,9 % pada pasir yang bersortasi sangat jelek. Sedangkan Graton dan Fraser (1935 dalam Beard & Weyl, 1973) menemukan bahwa pengepakan bola sangat kuat hingga berbentuk rhombohedral diperoleh porositas sebesar 26 % dan pengepakan berbentuk kubus diperoleh porositas 47,6 %. Tetapi di alam pengepakan butiran tidak berbentuk kubus maupun rhombohedral.
Selanjutnya Scherer (1987) menyatakan bahwa parameter yang paling penting yang berpengaruh terhadap porositas adalah umur, mineralogi (kandungan butiran kuarsa), sortasi dan kedalaman terpendam maksimum.
Parameter geologi yang mengontrol porositas
Komposisi butiran mempengaruhi sifat-sifat kimia dan mekanika batupasir. Hal ini akan berpengaruh terhadap porositas selama periode setelah pengendapan dari evolusi batupasir (Bloch, 1991). Scherer (1987) menggunakan kelimpahan butiran kuarsa (termasuk di dalamnya kuarsa mono- dan polikristalin dan fragmen batuan yang tersusun dominan oleh kuarsa) sebagai parameter dalam modelnya.
Porositas tidak dipengaruhi oleh ukuran butir tetapi merupakan fungsi dari sortasi. Porositas berkurang secara progresif dari pasir bersortasi sangat baik sampai pasir yang bersortasi sangat jelek. Selanjutnya Scherer (1987) juga menyatakan bahwa median ukuran butir tidak dapat dijadikan parameter untuk memprediksi porositas. Hubungan antara porositas dan ukuran butir pada batupasir arkose dan lithic arkose (Lapangan Yacheng) lemah dengan R = 0,42 (Bloch, 1991). Dari penelitian tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :
Porositas = -6,1 + 9,8 (1/sortasi) + 0,17 (% butiran keras)
dengan sortasi diukur berdasarkan koefisien sortasi Trask.
Nilai koefisien regresi dari model ini secara statistik signifikan dengan prob > F = 0,0001 (Scherer, 1987). Model ini juga mempunyai nilai koefisien determinasi relatif tinggi R2 = 0,75).
Studi kasus
Data untuk studi kasus tulisan ini diambil dari penelitian geologi yang dilakukan oleh Prayogo (1993), yaitu satuan batupasir tufan daerah Kragilan, Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Deskripsi batuan
Satuan batupasir tufan terdiri dari perulangan gradasi normal dari breksi polimik ke batupasir tufan dan laminasi batupasir. Perulangan ini dijumpai sampai di bagian tengah satuan batupasir, sedangkan di bagian atas perulangannya ditambah dengan lapisan bergelombang. Tebal satuan ini sekitar 275 m.
Batupasir tufan mempunyai warna abu-abu, dengan warna lapuk merah kecoklatan, dijumpai adanya retakan-retakan yang relatif tegak lurus perlapisan, yang terisi oleh kalsit. Secara petrografis batupasir ini mempunyai ukuran butir 0,05 sampai 0,2 mm, sortasi jelek, kemas terbuka, dan bentuk butir menyudut sampai membulat tanggung. Tersusun oleh fragmen batuan (4 %), mineral opak (12 %), kuarsa (9 %), plagioklas (24 %), hornblende (9 %), piroksen (11 %), matrik berupa tuf (15 %) dan mineral lempung (16 %). Berdasarkan persentase komposisi ini maka batupasir tufan dapat diklasifikasikan sebagai feldspatic graywacke (Pettijohn, 1975).
Umur dari satuan ini adalah Miosen Tengah bagian bawah - tengah (N10 - N12) atau setara dengan 12 - 16 juta tahun. Satuan ini diendapkan pada lingkungan laut terbuka dengan kedalaman sekitar 1000 m, yang diendapkan dengan mekanisme arus turbid.
Hasil pengolahan data
Gambar 1. Grafik hubungan antara porositas dengan parameter empiris batupasir
Hasil perhitungan statistik diperoleh bahwa hubungan porositas dengan parameter batupasir adalah : Y = 13,06X1 - 1,333XS2 + 40,43X3 + 37,814X4 - 29,39; dengan Deskriminan (R2) = 0,924.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar